LAGI dikaji penerapan busway berpemandu untuk Jakarta yang dilakukan oleh Dirjenka dan Dirjen Perhubungan Darat. Kedua lembaga mengkaji sistem transportasi O-Bahn, yaitu konsep transportasi berbasis rel seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan Light Rapid Transit (LRT) yang sudah dimiliki oleh negara-negara maju.
Sebagai tahap awal akan dilakukan kajian untuk dapat diaplikasikan di Indonesia. Pemerintah akan melakukan benchmark ke negara-negara maju yang telah menerapkan sistem O-Bahn. Perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengharapkan, pemerintah dapat terus memajukan transportasi umum sehingga mengurangi polusi udara kendaraan.
O-Bahn merupakan perpaduan Bus Rapid Transit (BRT) dan Light Rail Transit (LRT)memberikan alternatif baru naik angkutan umum yang ramah lingkungan, fleksibel dan tentunya dengan alokasi pembiayaan yang lebih rendah dibandingkan dengan moda transportasi berbasis rel lainnya.
O-Bahan Busway merupakan busway berpemandu sebagai bagian dari sistem transit Bus cepat. O-Bahn busway ini memadukan konsep BRT dan LRT dalam satu jalur yang sama. Sistem ini pertama kali diterapkan di Kota Essen, Jerman, dan saat ini sudah digunakan di berbagai negara seperti Australia dan Jepang.
Kelebihan O-Bahn Busway, tingkat kebisingan rendah, lebih fleksibel. Bus dapat meninggalkan jalur untuk melayani door to door. Biaya konstruksi rendah, kendaraan berbobot lebih ringan. Bus ini memiliki roda pandu yang berada di samping ban depan bus yang menyatu dengan batang kemudi roda depan.
Ketika bus memasuki jalur O-Bahn, sopir tak perlu lagi mengendalikan arah bus karena roda pandu akan mengarahkan bus sesuai dengan arah rel pandu serta mencegah bus terperosok ke celah yang ada di jalur. Selain itu, dapat menggunakan berbagai sumber energi alternatif, dan punya potensi pengembangan kawasan komersial.
Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengatakan, dengan membaiknya infrastruktur jalan, bus jenis terbaru ini dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ‘jatah’ kendaraan pribadi di lalu lintas jalan. Direktur Jenderal Perkeretaapian Zulfikri menambahkan, seiring perkembangan teknologi, banyak dikembangkan moda angkutan massal seperti O-Bhan, yang dapat dibangun dengan biaya lebih murah dibandingkan LRT, dengan sedikit lebih mahal dibandingkan BRT biasa.
“Untuk membangun, LRT biayanya Rp 500 miliar per km, apalagi kalau bangun MRT. Untuk O-Bahn, biayanya 30 persen (lebih mahal) dibandingkan busway, tapi lebih murah dibandingkan LRT,” paparnya. Dari sisi kapasitas, daya angkut penumpang yang dimiliki o-bahn lebih besar jika dibandingkan dengan TransJakarta atau Bus Rapit Transit (BRT).
O-Bahn ini untuk kapasitas 20 persen di atas busway. O-Bahn sama dengan BRT tapi dengan daya angkut yang lebih besar. Dia lebih unggul dibandingkan dengan bus biasa dan trem. Menurut Zufikri, dengan kapasitas angkut yang lebih besar ini akan membuat biaya operasional O-Bahn lebih efisien meski membutuhkan investasi yang lebih besar ketimbang TransJakarta.
“Kemungkinan membangun beberapa ruas jalur. Tempatnya mungkin di luar Jakarta, karena itu kami perlu lihat lagi bagaimana masterplan kotanya,” terangnya. (*)