Dan aku lihat masih ada saldonya.” Aku membolak-balikkan kartu itu. Merasa tidak ada yang salah dengan kartu ini. “Coba saya lihat,” ujar supir itu lagi padaku. Aku langsung memberikan benda persegi panjang itu padanya. Pria setengah baya itu terlihat menelisik kartuku dengan seksama.
Raut bingung nampak jelas di wajahnya. “Kau sungguh kemari menggunakan subway? Padahal masa aktif kartumu sudah habis tahun lalu.”
Ia menggendikkan bahu. “Tidak berlaku?” Aku segera mengambil kartu itu kembali. “Kartuku masih aktif sampai tahun 2012. Apa maksudnya dengan tidak berlaku?”
Menunjuk angka kecil yang tertera di kartu milikku. “Justru itu. Sekarang sudah tahun 2013. Jadi, kartumu sudah tidak berlaku.
“Hah? Tunggu. Maksudnya? Apa katanya? Aku masih tidak bisa mencerna apa yang dikatakan oleh supir bus yang ada di depanku ini. “Pakai uang cash saja, masukkan ke dalam kotak bening itu.”
“Sebentar, Ahjeossi. Apa maksud perkataan Ahjeossi tadi? Sekarang tahun 2013?” Ia mengangguk. “Iya. Kamu tidak lihat banner dan spanduk yang ada di depan sana?
Tertulis jelas kalau sekarang tahun 2013.” Aku masih terbengong, bingung. Otakku seperti tidak bisa menampung semua ini. “Tapi, apa kebetulan kamu baru kembali dari hutan? Sampai tidak tahu ini tahun berapa.”
Pria setengah baya itu tertawa, mengejekku. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku segera turun dari dalam bus. Rasanya aku masih tidak percaya dengan perkataan supir bus tadi.
Siang ini, Daehan sedang berada jauh dari rumahnya. Adanya agenda penting di luar urusan bisnis menjadi alasan utamanya berada di kota Busan.
Waktu tempuh selama 3 jam dari Seoul menuju Busan menggunakan moda transportasi KTX, agaknya berhasil membuat pantat Daehan terasa panas.