
YOU can say that I’m insane. But, I travel to the future on the subway. Begitulah adanya kalimat itu tentang cerita di 2010. Yah, ini hari pertama aku masuk kuliah. Dan sialnya, aku sudah terlambat. Benar-benar hal yang indah untuk memulai hari ini.
Aku berjalan dengan cepat dan sesekali berlari, hal itu membuatku tak sengaja menabrak orang yang ada di depanku. “Maaf, maafkan aku,” ucapku, menundukkan kepalaku untuk beberapa saat dan kembali melanjutkan langkah kakiku tanpa melihat wajah orang yang aku tabrak tadi.
Setidaknya, aku sudah meminta maaf. Kartu transportasi yang sedari tadi sudah aku bawa, kuletakkan di atas sensor. ‘Beep’. Setelahnya, aku segera masuk ke dalam stasiun. Menghampiri subway yang akan membawaku ke kampusku, Seoul University.
Aku segera masuk ke dalam subway. Tanganku meraih pegangan yang hampir berada di atas kepalaku itu. Jangan salahkan aku kalau aku pendek. Kereta bawah tanah ini mulai melaju. Dan ada kalanya kereta yang kita tumpangi melaju melewati terowongan kan? Dan aku sedang mengalaminya sekarang.
“Pemberhentian selanjutnya, Stasiun Naksungdae.” Suara itu menginterupsiku. Aku segera mengambil ancang-ancang untuk turun. Keningku mengernyit saat aku melihat ke sekitarku. Rasanya orang-orang yang ada di sekitarku kini berbeda dengan saat pertama kali aku naik.
Awalnya aku tidak ambil pusing soal ini. Tiga tahun kemudian. Aku berlari kecil dari stasiun, kelasku mungkin sudah dimulai sekarang. Tapi aku masih harus naik bus untuk sampai di kampus. Setelah sampai di bus stop, aku segera masuk ke dalam bus. Keadaan bus terlihat sepi. Dan seperti biasa, aku meletakkan kartu transportku pada alat scan yang ada di dalam bus.
‘Beeeppp’. Aku mengernyit, kenapa tiba-tiba kartuku tidak bisa dipakai. “Saldomu habis, Ahgassi?” Supir bus itu bertanya padaku. Aku menggelengkan kepala seraya menarik kartuku kembali. “Tidak kok. Aku baru saja pakai kartunya untuk naik subway tadi.
Dan aku lihat masih ada saldonya.” Aku membolak-balikkan kartu itu. Merasa tidak ada yang salah dengan kartu ini. “Coba saya lihat,” ujar supir itu lagi padaku. Aku langsung memberikan benda persegi panjang itu padanya. Pria setengah baya itu terlihat menelisik kartuku dengan seksama.
Raut bingung nampak jelas di wajahnya. “Kau sungguh kemari menggunakan subway? Padahal masa aktif kartumu sudah habis tahun lalu.” Ia menggendikkan bahu. “Tidak berlaku?” Aku segera mengambil kartu itu kembali. “Kartuku masih aktif sampai tahun 2012. Apa maksudnya dengan tidak berlaku?”
Menunjuk angka kecil yang tertera di kartu milikku. “Justru itu. Sekarang sudah tahun 2013. Jadi, kartumu sudah tidak berlaku.” Hah? Tunggu. Maksudnya? Apa katanya? Aku masih tidak bisa mencerna apa yang dikatakan oleh supir bus yang ada di depanku ini. “Pakai uang cash saja, masukkan ke dalam kotak bening itu.”
“Sebentar, Ahjeossi. Apa maksud perkataan Ahjeossi tadi? Sekarang tahun 2013?” Ia mengangguk. “Iya. Kamu tidak lihat banner dan spanduk yang ada di depan sana? Tertulis jelas kalau sekarang tahun 2013.” Aku masih terbengong, bingung. Otakku seperti tidak bisa menampung semua ini. “Tapi, apa kebetulan kamu baru kembali dari hutan? Sampai tidak tahu ini tahun berapa.”
Pria setengah baya itu tertawa, mengejekku. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku segera turun dari dalam bus. Rasanya aku masih tidak percaya dengan perkataan supir bus tadi.
Siang ini, Daehan sedang berada jauh dari rumahnya. Adanya agenda penting di luar urusan bisnis menjadi alasan utamanya berada di kota Busan. Waktu tempuh selama 3 jam dari Seoul menuju Busan menggunakan moda transportasi KTX, agaknya berhasil membuat pantat Daehan terasa panas.
Belum lagi perjalanan menggunakan taksi dari stasiun kereta menuju gedung apartemen yang ia tuju. Rasanya, Daehan mulai membenci duduk. Jika bukan karena adanya janji mengunjungi salah seorang temannya teman yang tempo hari baru saja melangsungkan pernikahan, lebih tepatnya, pemuda itu tidak mungkin berada di sini, di kota Busan.
Daehan yang baru saja keluar dari taksi, sejenak mendongak, menatap gedung apartemen di depannya. Beberapa detik mengamati, ia kemudian menunduk, menatap layar ponselnya di tangan kiri. Alamatnya benar di sini. Daehan lega mengetahui bahwa ia tidak salah gedung. Daehan pun bergegas mengayunkan kaki, melangkah masuk ke dalam lobby.
Daehan lantas berhenti melangkah sesampainya di area lobby. Pemuda itu tampak memindahkan shopping bag berisi buah persik yang ia jinjing di tangan kanan, ke tangan kiri. Tangan kanannya yang bebas, kemudian mengambil alih ponsel di tangan kiri, dan sejurus kemudian, Daehan sudah menempelkan ponselnya di telinga kanan. Ponsel tersebut dalam kondisi menelepon JK.
Sumber : Sugu (@sugureix), 26 Januari 2019.