PLEASE jangan sakit saat lagi traveling. Kalaupun punya sakit tertentu dan nekat traveling, siapkan antisipasinya, yakni: asuransi perjalanan. Itulah pesan yang ingin disampaikan oleh Francisca Widya Puspitasari dalam sebuah grup komunitas backpacker mengenai kisaha temannya.
Nah, ceritanya, si teman baru pulang dari ikut tur ke Jepang. Tur seharusnya seminggu. Ada 6 orang, istri, 2 anak, dan orang tua. Di hari ketiga, sang ayah kena serangan jantung. Dia langsung dibawa ke rumah sakit di Osaka. Tiba di rumah sakit, diperiksa dan harus segera operasi.
Pihak rumah sakit menanyakan lebih dulu, mau diambil tindakan apa tidak, tanpa menyebutkan biayanya. “Walaupun sudah pakai pakai asuransi, teman saya tetap waswas. Karena maksimal yang di cover cuma Rp 500 juta,” tuturnya.
Keluarga berharap dipulangkan saja, dioperasi di Indonesia, tapi dari dokter tidak menyarankan dan tak berani bertanggung jawab jika meninggal di jalan. Sebelum memutuskan, si teman bertanya, berapa persen risikonya. Dokter menjawab risiko gagal 10%. Akhirnya, setelah berdiskusi dengan keluarga diputuskan untuk setuju operasi.
Oh ya, untungnya dapat bantuan translator dari KBRI Osaka meski lewat telepon di awal. Untuk operasi sekitar 6 jam di hari kedua, hanya ditunggu seorang teman. Yang lain melanjutkan tur. Apalagi, aturannya berbeda dengan di Indonesia, tidak bisa menunggu di rumah sakit dengan menggelar tikar. Tidak bisa tidur di rumah sakit.
Maksud si teman yang menunggu, kalau bisa di rumah sakit, bisa irit ketimbang di hotel. Selesai operasi sampai 3 hari, si ayah masih koma, khawatir si teman itu. Katanya, risikonya 10%. Kok malah 3 hari belum sadar. Pada hari keempat, dia bilang kepada susternya untuk ajak bicara.
Ternyata, setelah dipanggil, si ayah merespons, diminta menggerakkan tangan dan kaki, berhasil. “Agak senenglah dia, belum buka mata. Setelah seminggu baru mulai sadar sepenuhnya, bisa bisara dan menggerakkan tubuh,” papar Francisca.
Setelah kondisi membaik, barulah si teman dipanggil pihak rumah sakit, menjelaskan biayanya. Total kira-kira Rp 2,3 miliar. Duarrrr, si teman langsung syokkk. Dia lantas telepon ke Indonesia. Intinya, gimana nih, karena asuransi cuma cover Rp 500 juta, itupun baru kemarin diapproved.
Setelah satu bulan. Ada alternatif, si ayah, di tinggal saja di Jepang, biar dideportasi kalau masih hidup. Pusing mau cari di mana uang Rp 2,3 miliar. Ingat ‘kebijakan’ rumah sakit di Indonesia. Kalau belum bayar tidak boleh keluar. Akhrinya si teman, tinggal sendiri bersama si ayah. Keluarga sudah pulang ke Indonesia bareng grup tur.
Akhirnya, si teman minta diskon ke rumah sakit. Sampai 3 kali dia minta, tidak bisa. Tapi bisa dicicil, katanya. Karena cuma pakai google translate, dia ingin memastikan, dia telepon translator untuk memastikan. Ternyata benar, boleh dicicil. Mulailah diskusi, dia ditanya, sanggupnya (keluarga) berapa?