Bahkan, seorang bapak yang duduk bersama istri dan anaknya menawarkan adik saya duduk di kursinya! Ah, senang hati ini mendapat perlakuan seperti itu. Tapi saya tolak tawaran itu, karena niatnya mau kasih pengalaman buat adik nikmatnya berdiri berdesakan di dalam MRT.
Oh ya, ketika berangkat, saya membeli tiket single trip untuk kakak dan adik. Dari Blok A sampai Bundaran HI, tarifnya Rp 9.000. Deposit kartu 15.000, bisa kembali kalau kartunya kita kembalikan. Jadi saat pulang, sampai di Stasiun Blok A, saya kembalikan kartunya. Lumayan, balik 30.000.
Satu hal yang buat saya perlu diperhatikan pengelola MRT Jakarta, adalah informasi di setiap gerbang akses turun menuju stasiun MRT. Karena ramainya Bundaran HI, akses-akses sekunder menuju Stasiun Bundaran HI banyak yang ditutup.
Tapi nggak ada info jelas, akses mana yang dibuka. Rasanya pengelola MRT Jakarta, perlu memasang papan informasi untuk petunjuk lokasi akses mana aja yang dibuka dan ditutup, supaya pengguna nggak perlu muter-muter, bolak balik tanya sana sini, untuk cari tau akses mana yang harus dituju.
Pakai TV LCD ukuran 14 inci hingga 17 inci, rasanya cukup. Signage system di sekitar akses dan di dalam stasiun MRT juga masih kurang jelas. Penempatan penunjuk arah, jenis dan ukuran font yg digunakan, warna latar penunjuk arah, rasanya masih bisa (perlu) diperbaiki supaya bisa dibaca dengan jelas.
Bagaimanapun, terima kasih MRT Jakarta, atas kualitas pelayanan yang baik. Ingat saja, perilaku pengguna MRT Jakarta jadi kunci utama. Semoga semakin baik.
Sumber : yudha (@jururancang), 22 Juni 2019.