Perilaku Pengguna MRT Jakarta Jadi Kunci Utama

PERILAKU pengguna MRT Jakarta jadi kunci utama, setidaknya dari pengamatan tiga cowok di MRT Jakarta. Mereka  lagi pede karena habis potong rambut. Malem mingguan nyobain MRT Jakarta, dari Blok A ke Bundaran HI. Impresi pertama, …wow!

Stasiunnya bersih, petugas ramah dan informatif. Stasiun cenderung sepi, mungkin karena posisi stasiun yang berada di tengah rute. Nggak nyangka, MRT Jakarta ke Bundaran HI penuh. Awalnya, mengira karena malam minggu, jadi banyak yang piknik.

Tapi baru sadar, Kalau hari itu, ada keriaan di Bundaran HI dalam rangka Jakartanaval (Ulang Tahun Jakarta). Sebel karena nggak bawa kamera. Buat saya, yang sudah pernah mencoba transportasi massal di Hongkong, Jepang, Singapura dan Korea, senang dan bangga Jakarta sudah punya MRT.

Kualitas sarana dan prasarana bagus, tepat waktu. Tapi….tetep ya, pada akhirnya perilaku pengguna MRT Jakarta jadi kunci utama. Masyarakat pengguna MRT Jakarta, seringkali bikin suasana nggak asik. Bahkan, adik saya mempertanyakan kenapa penggunaan tangga nggak sesuai jalur? “Kan harusnya sesuai arah panah ya,” katanya.

Mungkin, sebagian besar orang Indonesia belum terbiasa untuk menggunakan sarana sesuai ‘jatahnya’. Misalnya, tangga. Lebar tangga yang dibuat cukup nyaman untuk 2 orang naik dan 2 orang turun bersamaan, eh malah ‘dikuasai’ oleh orang-orang yang turun.

Yang mau naik ‘terpaksa’ pakai ekskalator. Ruang antrean di depan loket tiket dipenuhi orang-orang yang hendak membeli tiket single trip. Ini yang perlu jadi perhatian pengelola MRT Jakarta. Banyak yang nggak punya kartu e-money. Antreannya jadi menghalangi antrean (lagi) gerbang tap-in.

Kartu single trip MRT Jakarta menjadi pilihan (yang terjangkau) buat pengguna yang pergi bersama anggota keluarga. Murah dan nggak setiap anggota keluarganya (merasa perlu untuk) punya kartu e-money. Sisi positifnya, bank penerbit kartu e-money kayaknya panen penjualan kartu.

Di pintu keluar dan masuk Stasiun Bundaran HI, banyak berbaris penjual kartu e-money. Satu kartu emoney dengan nominal saldo 20.000 dijual seharga 40.000. Dengan 20.000, cukuplah untuk single trip jarak terjauh (Bundaran HI-Lebak Bulus).

Saya akhirnya memilih membeli 2 kartu e-money, buat kakak dan adik, untuk trip pulang ke Blok A karena penuhnya antrean loket tiket single trip. Bahkan, mesin tiket otomatis, antreannya mengular panjang.

Ada sisi positif lain perilaku penumpang di gerbong MRT. Banyak yang menunjukkan empati kepada penumpang lain. Banyak penumpang yang sudah duduk (seperti berlomba) menawarkan kursinya untuk penumpang lain, terutama wanita usia lanjut dan bawa anak.

Tinggalkan Balasan